Jumat, 05 September 2008

Draf Revisi Sengaja Mengakomodasi Nurdin

Draf revisi pedoman dasar PSSI sepertinya sengaja dirancang untuk mengakomodasi Nurdin Halid. Utamanya jika Nurdin ingin mencalonkan diri menjadi ketua umum PSSI lagi. Setidaknya, itu tersirat dari bunyi pasal yang menyangkut perihal kriminalitas.

Menurut anggota komite eksekutif PSSI Mafirion, orang yang sudah bebas dari hukuman berhak mencalonkan diri menjadi ketua umum PSSI. "Dalam revisi pedoman dasar yang kami ajukan kepada FIFA (Federasi Sepak Bola Internasional, Red), yang tidak boleh mencalonkan diri adalah orang yang sedang menjalani proses hukum dan hukuman," tuturnya di kantor PSSI, Jakarta, kemarin (4/9).

Dia menambahkan, pernyataan dalam draf itu dibuat setelah PSSI berdiskusi lama mengenai definisi kriminal yang disebut dalam standar statuta FIFA. Dalam draf revisi sebelumnya, PSSI mendefinisikan pasal kriminal dengan menggunakan batasan waktu.

Yang tidak berhak mencalonkan diri sebagai ketua umum PSSI adalah orang yang dituntut hukuman minimal lima tahun. "Draf tersebut sudah kami ganti dengan bunyi yang tadi (kemarin, Red) saya sebutkan," ucap Mafirion.

Meski sudah diubah, bunyi pasal yang disebutkan Mafirion tersebut jelas berbeda dengan standar statuta FIFA. Standar statuta FIFA menyebut, orang yang tersangkut kriminal tidak boleh dipilih menjadi pengurus organisasi sepak bola. Bunyi pasal yang diungkapkan oleh Mafirion itu jelas tidak sesuai dengan standar statuta FIFA.

Apakah itu berarti draf revisi pedoman dasar PSSI tersebut sengaja mengakomodasi Nurdin? Jika aturannya demikian, setelah keluar dari penjara nanti Nurdin bisa mencalonkan diri lagi. Apalagi, sebelumnya Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSSI Nugraha Besoes menyebut Nurdin boleh mencalonkan diri setelah keluar dari penjara.

"Standar statuta kan merupakan acuan. Jadi, tidak harus diikuti secara penuh. Apalagi, definisi kriminal kan bisa berbeda di setiap negara. Itulah yang kami jelaskan kepada FIFA kemarin," ungkap Mafirion. [jawapos]

Hadiah Piala Kemerdekaan Belum Cair

Sepekan sudah even Piala Kemerdekaan IX berakhir. Tapi, ironisnya, masalah masih juga belum berlalu. Kabar terbaru menyebutkan bahwa uang hadiah Piala Kemerdekaan IX belum diberikan panitia kepada para peraih gelar.

''Benar, kami belum menerima hadiah. Setahu saya, yang belum mendapat hadiah adalah Timnas (Tim Nasional) Senior, Timnas U-21, dan Budi Sudarsono,'' ungkap Hamka B. Kady, manajer Timnas U-21.

Seperti diketahui, Timnas Senior merupakan juara Piala Kemerdekaan IX. Sebagai pemenang, mereka berhak mendapat hadiah USD 27 ribu atau sekitar Rp 243 juta. Sedangkan Timnas U-21 di Piala Kemerdekaan IX menempati urutan ketiga. Pasukan Garuda Muda itu berhak memperoleh hadiah USD 10 ribu atau sekitar Rp 90 juta.

Budi adalah top score gelaran tersebut. Budi tidak sendirian. Striker asal Persik Kediri itu harus berbagi hadiah USD 8 ribu dengan striker Libya Zaghb Anis Fuzi Khalefa yang sama-sama mengoleksi lima gol. Hasilnya, Budi berhak mengantongi hadiah USD 4 ribu atau sekitar Rp 36 juta.

''Untuk diketahui, jika kami belum mendapatkan hadiah, Libya yang menjadi runner-up piala kemerdekaan dan strikernya yang menjadi top score sudah memperoleh hadiah,'' ujar Hamka.

Secara terpisah, ketika dikonfirmasi, Ketua Panpel Piala Kemerdekaan IX Herman Chaniago menyatakan bahwa pihaknya memang belum mencairkan hadiah. Dia menyebutkan bahwa hal itu sudah dibicarakan dengan Badan Tim Nasional (BTN).

''Kami akui, kami masih punya utang kepada Timnas Senior, Timnas U-21, dan Budi Sudarsono. Sedangkan hadiah untuk Libya sudah kami bayar,'' aku Herman Ago -sapaan akrab Herman Chaniago- kemarin.

Dia berdalih, belum cairnya hadiah untuk ketiga pihak tersebut lantaran masih menunggu pencairan dana dari sponsor. Menurut dia, pencairan dana itu membutuhkan waktu yang tidak singkat.

''Tapi, semoga minggu depan uang hadiah untuk Timnas Senior, Timnas U-21, dan Budi Sudarsono sudah bisa kami cairkan,'' ucapnya. [jawapos]

Kamis, 04 September 2008

Juara Piala Kemerdekaan,Indonesia Naik 15 posisi

Indonesia kembali naik ke peringkat 132 dalam daftar rangking Badan Sepak Bola Dunia (FIFA), Rabu (3/9), setelah bulan lalu anjlok ke peringkat 147. Kenaikan 15 poin itu tercipta berkat dua kemenangan tim nasional (timnas) Indonesia senior di ajang Piala Kemerdekaan 2008, belum lama ini.

Di turnamen tersebut, tim Merah-Putih sebenarnya melakoni empat pertandingan sebelum merebut juara lewat kemenangan walk-out (WO) atas Libya di final.Namun, dari empat pertandingan itu, hanya dua pertandingan yang berstatus laga internasional dengan kategori A, yakni melawan Kambodia (21 Agustus) dan Myanmar (25 Agustus). Pada dua laga tersebut, Indonesia memukul Kambodia 7-0 dan Myanmar 4-0. Dua laga lainnya tidak dihitung FIFA dalam membuat rangking terbaru karena tidak masuk kategori "laga internasional A", yaitu melawan timnas U-23 Indonesia dan timnas U-21 Libya.

Meski pada level FIFA Indonesia naik cukup signifikan, pada level Asia mereka hanya naik satu strip, dari rangking 22 ke nomor 21. Posisi tim Merah-Putih juga masih di bawah Singapura dan Thailand, dua negara yang selama ini juara sepak bola di kawasan Asia Tenggara dalam enam turnamen Kejuaraan Sepak Bola Federasi Sepak Bola ASEAN (AFF). Dalam rangking FIFA, Singapura menempati rangking 129, Thailand rangking 114.

Pada rangking FIFA terbaru itu, peringkat 10 besar dunia secara berurutan ditempati Spanyol (rangking 1), Italia (2), Jerman (3), Belanda (4), Kroasia (5), Brasil (6), Argentina (7), Ceko (8), Portugal (9), dan Turki (10). Adapun untuk Asia, peringkat 10 besar di antara negara-negara Asia secara berurutan diisi Jepang (rangking 35), Australia (39), Iran (46), Arab Saudi (48), Korea Selatan (51), Uzbekistan (59), Bahrain (66), Irak (72), Qatar (81), dan Oman (92). FIFA akan mengumumkan kembali rangking terbaru mereka, 8 Oktober mendatang.
[kompas]

Rabu, 03 September 2008

KLub Terbelit Masalah Finansial,Kompetisi Terancam

Percobaan bunuh diri yang dilakukan bendahara Persik beberapa waktu lalu mengagetkan banyak pihak. Aksi itu dilakukan menyusul pemeriksaan yang bersangkutan oleh kejaksaan dalam kasus penggunaan anggaran politeknik untuk membiayai Persik. Dugaan adanya unsur korupsi di dalamnya mungkin sudah biasa karena maraknya pejabat yang tersangkut dugaan korupsi anggaran negara.

Tapi, di balik semua itu, kejadian tersebut mengungkap masalah serius klub yang ikut dalam kompetisi nasional, baik Superliga, Divisi Utama, maupun divisi di bawahnya. Kasus percobaan bunuh diri itu adalah puncak gunung es masalah finansial yang dialami klub-klub peserta kompetisi nasional, terutama yang didanai dari APBD.

Sebelumnya, beberapa klub Superliga dan Divisi Utama sudah angkat tangan, tidak mampu mengikuti kompetisi yang butuh biaya sangat besar itu. Meski tidak sampai mundur dari kompetisi, banyak klub yang mulai kesulitan dana.

Kesulitan itu tidak hanya dialami klub-klub kecil, tapi klub papan atas pun mengalami hal sama. Persik merupakan salah satu klub yang kini tengah didera masalah keuangan yang cukup serius. Begitu seriusnya masalah tersebut, sampai akhirnya kejaksaan turun tangan karena diduga ada unsur tindak pidana korupsi di dalamnya. Manajer Persik Iwan Budianto pasrah dengan kondisi yang dialami klubnya. Bahkan, bila perlu, pemain bintang dijual untuk membiayai klub.

Hal yang sama dialami Persija Jakarta. Selama ini, Persija dikenal sebagai klub yang royal karena mendapatkan dukungan APBD yang melimpah. Kini kondisinya berbalik 180 derajat. Persija yang tadinya merupakan klub elite yang kaya mulai kesulitan membayar gaji pemain dalam beberapa bulan ini. Sriwijaya FC yang tahun lalu meraih double winner, juara Liga dan Copa Indonesia, sudah tidak bisa mengobral uang seperti musim sebelumnya.

Logikanya, kalau klub yang mendapatkan dukungan dana melimpah saja kini kelabakan, bagaimana klub-klub kecil? Sebelum musim kompetisi 2008 digelar, sebenarnya sudah banyak klub yang memberikan sinyal tidak bisa ikut. Persiter Ternate dan Persmin Minahasa langsung lempar handuk. Klub-klub lain sebenarnya mengalami nasib sama, tapi mereka memaksakan diri ikut kompetisi dengan segala cara. Persibat Kabupaten Batang, Jawa Tengah, harus ikut kompetisi dengan sumbangan dari pemotongan gaji PNS di daerah itu.

Masalah muncul ketika Mendagri minta agar APBD untuk sepak bola ditinjau ulang. Boleh pakai APBD, tapi harus melalui KONI dan pembagiannya proporsional dengan cabang olahraga yang lain. Kalau sebelumnya dalam APBD anggaran bisa langsung diberikan kepada klub, sekarang itu harus melalui KONI. Pada 2007, masih diberi kelonggaran dengan cara hibah. Tapi, hibah itu hanya setahun, tahun berikutnya sudah tidak boleh lagi, harus melalui KONI. Mendagri membuat surat edaran mengenai masalah itu yang diberikan kepada-kepala daerah. Inilah yang membuat banyak klub kelabakan.

Kalau tidak ada perkembangan soal kebijakan Mendagri itu, kompetisi akan terancam karena sebagian besar klub tidak punya dana. Di antara sekian banyak peserta kompetisi, klub yang tidak dibiayai APBD bisa dihitung dengan jari. Sebut saja Arema Malang, PKT Bontang, dan Pelita Jaya. Selebihnya adalah klub yang didanai APBD. Tidak bisa dibayangkan, bagaimana nasib klub-klub peserta kompetisi itu. Sekarang saja mereka sudah kesulitan membayar gaji pemain.

Gaji dan kontrak pemain merupakan pengeluaran terbesar klub peserta kompetisi. Kontrak pemain berkisar Rp 500 juta sampai Rp 1,5 miliar per tahun. Maka, tak heran kalau dana yang dibutuhkan untuk ikut kompetisi Rp 10 miliar-Rp 25 miliar. Pengeluaran tersebut dirasa tidak realistis dengan kondisi daerah yang memiliki PAD (pendapatan asli daerah) kecil.

Klub-klub yang didanai APBD -dan sering dianggap rezeki nomplok- berlomba-lomba membeli pemain mahal. Bahkan, klub-klub itulah yang mengakibatkan harga pemain di Indonesia mengalami kenaikan yang tidak wajar. Di kawasan ASEAN, gaji pemain (asing) di Indonesia merupakan yang tertinggi. Itu tidak sebanding dengan prestasi yang dicapai. Kini ketika dana APBD tersebut distop, mereka kelabakan.

Kalau sebagian besar klub tidak mampu melanjutkan kompetisi karena tidak punya dana, bagaimana kelanjutan kompetisi itu? Sebenarnya, bisa diambil solusi dengan mengadakan kompetisi yang lebih murah. Klub-klub harus realistis, tidak berlomba-lomba menaikkan penawaran pemain dengan harga tinggi. Klub tetap dibiayai APBD secara proporsional yang tentunya tidak sebesar sebelumnya.

Kalau semua klub bersatu, mereka akan memiliki nilai tawar yang tinggi dan para pemain akan menyesuaikan. Mereka harus tunduk dengan aturan klub soal gaji dan kontrak. Kalau itu bisa dilakukan, pengeluaran untuk pemain bisa ditekan dan klub tidak perlu mengeluarkan anggaran besar. Anggaran dari KONI -setelah dibagi dengan cabang olahraga lain- sudah cukup untuk membiayai klub. [jawapos]

Nugraha:Nurdin Masih berpeluang

Pekerjaan rumah PSSI mengenai revisi pedoman dasar masih belum kelar. Padahal, sudah berulang-ulang pengurus teras PSSI melakukan pertemuan dengan FIFA (Federasi Sepak Bola Internasional) maupun AFC (Konfederasi Sepak Bola Asia) di luar negeri. Yang terakhir adalah pertemuan di Swiss pada 29 Agustus lalu.

Namun, belum ada keputusan signifikan yang dibawa PSSI pasca pertemuan itu. Sekjen PSSI Nugraha Besoes hanya menjelaskan bahwa tidak ada bagian-bagian pasal dari pedoman dasar yang bersifat substansial dipermasalahkan oleh FIFA.

"Pertemuan berjalan baik. Saya bertemu dengan Isabell Schauble dan Patrick Smith (komite legal FIFA, Red). Pertemuannya juga hanya sekitar dua jam," terang Nugraha.

Dia menjelaskan, sebenarnya pihak FIFA justru belum membaca draf baru yang telah dikirimkan lewat e-mail. Namun, lanjut Nugraha, ketika dilakukan diskusi perbandingan antara yang lama dan yang baru, akhirnya tidak ada masalah.

"Ketika mereka mempertanyakan beberapa pasal dan kami menunjukkan perubahan yang baru, mereka menganggap beres. Kami tinggal menunggu tanggapan FIFA lebih detail soal draf baru itu dan menentukan tindakan berikut," paparnya.

Karena itu, lanjut Nugraha, soal pasal-pasal yang mengenai kriminalitas, sudah tidak ada permasalahan. "Sudah tidak ada lagi soal hal-hal yang kalian heboh-hebohkan itu (soal pasal pidana, Red)," tandasnya.

Ketika ditanya lebih lanjut soal itu, emosi Nugraha justru meletup. "Kalau saya tidak menjelaskan mengenai itu, berarti tidak ada masalah. Jadi, tidak usah menanyakan hal itu," tegasnya.

Dengan tanggapan tersebut, Nugraha lebih memilih berkonsentrasi ke kongres luar biasa untuk menentukan ketua umum PSSI yang baru apabila revisi draf yang baru disetujui. "FIFA akan ada rapat lagi pada pertengahan September nanti. Tapi, tidak hanya soal PSSI, tetapi seluruh anggota FIFA," terangnya.

Namun, ketika instruksi soal persetujuan revisi draf dilakukan FIFA pada bulan ini, kongres luar biasa mungkin baru dilakukan pada akhir Oktober. "Kami menjelaskan tradisi di Indonesia saat bulan puasa dan Idul Fitri. Jadi, misalkan ada instruksi sudah beres selama puasa ini hingga dua pekan setelah Idul Fitri, masih belum bisa dilangsungkan," tuturnya.

"Jadi, nanti semua boleh maju. Siapa saja boleh maju menjadi ketua umum, termasuk Pak Nurdin (Nurdin Halid, ketua umum PSSI saat ini yang masih dipenjara, Red). Ketika sudah keluar dan mendapat dukungan tentu bisa saja," sambungnya. [jawapos]

Selasa, 02 September 2008

Problem Pendanaan Sepak BOla Indonesia

Kompetisi Indonesia Super League (ISL) dan Divisi Utama Liga Indonesia (Ligina) baru saja berjalan. Tapi, klub-klub sudah menjerit. Mereka kelimpungan mengatasi problem pendanaan.

Bom waktu itu akhirnya meledak juga. Klub-klub sepak bola di Indonesia akhirnya kelimpungan membiayai operasional klub. Beberapa klub bahkan sudah tidak mampu membayar gaji para pemainnya selama tiga bulan terakhir.

Kondisi itu merupakan imbas belum siapnya klub sepak bola Indonesia untuk menghadapi era sepak bola profesional. Selama ini, klub terlalu dimanjakan dana yang berasal dari APBD. Begitu ada larangan penggunaan APBD, klub langsung kelimpungan.

Di Jawa Timur, ada sembilan klub yang berkompetisi di ISL dan Divisi Utama. Di ISL, ada Persik Kediri, Persela Lamongan, Deltras Sidoarjo, dan Arema Malang. Hanya Arema yang pembiayaannya murni berasal dari swasta.

Sedangkan di Divisi Utama, ada Persebaya Surabaya, Persema Malang, Gresik United (GU), Persibo Bojonegoro, dan Persekabpas Pasuruan. Di antara lima tim di Divisi Utama itu, hanya satu klub yang belum terdengar jeritannya, yakni Persebaya.

Empat klub lainnya sudah keteteran menjalani kompetisi. Padahal, ini baru awal musim. Baik bagi ISL maupun Divisi Utama. Jadi, kalau tidak segera ditemukan solusi, bisa jadi kompetisi bakal terhenti di tengah jalan.

Persik yang memulai musim dengan merekrut sederet bintang sepak bola ternama tanah air, seperti Mahyadi Panggabean, Hamka Hamzah, Budi Sudarsono, dan Markus Horison, sudah mulai bingung. Tentu, kehadiran pemain berlabel bintang itu diiringi dengan nilai kontrak yang tinggi.

Secara keseluruhan, tim berjuluk Macan Putih tersebut mengeluarkan dana Rp 15.498.000.000. Mereka sekaligus menjadi klub yang paling royal kedua dalam membelanjakan dana untuk pemain di ISL. Problemnya, sekarang manajemen klub justru kebingungan mencari dana untuk membayar gaji pemainnya.

Setali tiga uang dengan Persik, Deltras mengalami kendala serupa. Mereka memang mendapat alokasi dana Rp 15 miliar dari APBD, tapi tidak bisa dicairkan. Padahal, The Lobster (julukan Deltras) juga mengeluarkan dana yang cukup besar untuk pemain. Setidaknya, tim besutan Abdul Rahman Ibrahim itu mengeluarkan dana lebih dari Rp 7 miliar untuk membayar kontrak pemain.

"Kalau di Deltras itu, dana alokasi dari APBD sudah ada, tapi tidak bisa dicairkan karena terkendala Permendagri (No 59/2007, Red). Tapi, masalah ini dialami hampir semua klub di Indonesia, bukan hanya di Jatim," kata Ketua Pengda PSSI Jatim Haruna Soemitro kemarin (1/9).

Menurut Haruna, di antara klub-klub di ISL dan Divisi Utama, paling tidak hanya empat klub yang tidak diganggu masalah itu. Yakni, Arema, PKT Bontang, Pelita Jaya Jawa Barat, dan Semen Padang. Sebab, mereka adalah klub swasta.

Karena itu, sekarang harus segera dicari solusi yang tepat. Kalau tidak, perjalanan kompetisi bakal terancam. "PSSI dan BLI (Badan Liga Sepak Bola Indonesia, Red) harus responsif dengan kondisi ini. Harus segera dicari solusi," papar Haruna.

Pengda PSSI Jatim sendiri, menurut Haruna, menawarkan tiga pilihan solusi. Pertama adalah devaluasi nilai kontrak pemain. Sebab, selama ini nilai kontrak pemain sudah begitu tinggi tanpa ada pembatasan. Padahal, pemasukan tidak ada, kecuali dari APBD.

"Nilai kontrak pemain di Indonesia ini sudah sangat tinggi. Bandingkan dengan Malaysia atau Thailand. Di sana pemain digaji lebih rendah. Tapi, toh prestasinya sering kali lebih bagus dari Indonesia," terang Haruna.

Yang kedua, jendela transfer pemain harus segera dibuka tanpa harus menunggu putaran pertama selesai. Dengan begitu, bisa terjadi jual beli pemain. Jadi, klub seperti Persik bisa menjual beberapa pemain (bintang) dan mendapat dana segar.

Solusi terakhir adalah audit diberlakukan kepada seluruh klub. Kemudian, klub yang sudah tidak mampu mendanai operasionalnya harus mendapat dana talangan dari BLI. "Mau tidak mau. Sebab, kalau terus begini, bisa-bisa kompetisi mandek di tengah jalan dan semuanya rugi," lanjut Haruna.

Di sisi lain, meski mengalami kendala dana yang cukup akut, beberapa klub tetap bertekad untuk bertahan. "Kami akan lakukan segala cara dalam konteks tidak melanggar hukum untuk bisa menyelamatkan klub ini agar tetap berkompetisi," tutur Ali Mukhid, manajer GU.

Tidak berbeda dengan GU, manajemen Persekabpas punya beberapa kiat untuk bisa berhemat. Bahkan, untuk menjalani tur tandang ke Perseman Manokwari, tim berjuluk Laskar Sakera tersebut hanya memboyong 13 pemain.

Kemudian, ketika bertandang ke klub yang jaraknya tidak seberapa jauh, mereka melakukan perjalanan pulang pergi. "Kami terpaksa lakukan itu untuk berhemat. Kalau tidak berangkat, klub ini bisa dihukum BLI dan bisa degradasi," ucap Abubakar Assegaf, asisten manajer Persekabpas.

Ketika menjalani tur tandang ke Persebaya, untuk berhemat, rombongan Persekabpas memilih transit di Masjid Al Akbar, Surabaya. "Justru transit di masjid itu yang membuat mereka semakin bersemangat," lanjut Abubakar. [jawapos]

Senin, 01 September 2008

PSSI Klaim Statuta Beres

Masalah PSSI dengan FIFA memasuki babak baru. Federasi Sepak Bola Indonesia mengklaim FIFA sudah menyetujui revisi Pedoman Dasar (PD) PSSI.

Sayang, kesan berita bagus ini tidak menyangkut wacana perombakan pengurus PSSI. Sebab, reformasi pengurus PSSI justru masih kabur. Padahal FIFA juga menginginkan hal itu, selain revisi PD atau Statuta PSSI. PSSI menyatakan sudah bertemu FIFA di Zurich, Swiss, Jumat (29/8). Delegasi PSSI terdiri atas Sekretaris Jenderal (Sekjen) Nugraha Besoes, anggota Exco AFC Dali Taher, Ketua Komisi Disiplin (Komdis) Hinca Panjaitan, Ketua Bidang Legal Syarif Bastaman, serta Direktur Status, Alih-Status dan Transfer Pemain Max Boboy.

Namun, mereka tidak diterima Presiden FIFA Joseph ’’Sepp” Blatter dan hanya bertemu Departemen Legal Otoritas Sepak Bola Dunia. Nugraha mengatakan sudah tidak ada masalah dengan hasil revisi PD.

’’Kami sudah bertemu FIFA. Sudah tidak ada masalah apa-apa dengan PD. Detailnya seperti apa, tentu akan dijelaskan kemudian. Sekarang biarkan saya istirahat dahulu. Saya saat ini masih lelah,”tandas Nugraha kemarin.

Bila kejelasan nasib PD PSSI mulai jelas, tidak dengan rencana penggantian pengurus. Padahal,beberapa waktu lalu PSSI tidak menutup mata atas wacana perombakan pengurus.

’’Penggantian pengurus hanya terjadi di munas (musyawarah nasional)Bila PD sudah selesai direvisi, agenda berikutnya munaslub (musyawarah luar biasa), tapi agendanya hanya untuk mengesahkan revisi PD. Segala sesuatunya masih melihat perkembangan,” lanjutnya.

Pernyataan Nugraha pun mendapat penguatan anggota EXCO AFC Dali Taher. Dali juga mengakui PSSI sudah menyerahkan revisi PD, termasuk hasil pertemuan terakhir dengan Presiden AFC Mohamed bin Hammam, Selasa (5/8). Pada pertemuan itu AFC mengharuskan PSSI merevisi lebih dari 20 pasal dalam PD.

”Revisi PD sudah final. FIFA sudah menerima semuanya. Kalaupun ada perbaikan, hanya tinggal titik atau komanya. FIFA secepatnya akan mengirimkan surat pemberitahuan ke PSSI,”ujarnya. Dali menambahkan, meski tidak ada penolakan, FIFA tetap akan membawa hasil revisi PD itu pada rapat komite organisasi, Selasa (23/9).

”Mereka pun sudah menerima klausul pasal kriminal. Masalah PD PSSI memang akan dibahas pada rapat itu. Munaslub untuk mengesahkan PD akan dilakukan setelah ada surat FIFA. Kondisi ini berlaku juga bagi munas untuk mengganti pengurus. Saat ini baru 45% anggota yang mengadopsi statuta baru FIFA,” ujarnya.

Sementara itu,Asian Football Confederation (AFC) memilih menunggu kepastian hasil pertemuan PSSI dengan FIFA. Sekjen AFC Datuk Paul Moni Samuel menjelaskan, penyempurnaan beberapa pasal sudah dilakukan dan problem PD PSSI sudah selesai.

”Masalah PD PSSI sudah dibereskan. Yang terpenting,AFC sudah setuju. Kunci selesai tidaknya PD PSSI sebenarnya ada pada kami. Pasal kriminal juga tidak ada masalah. Sejak awal dari AFC pun tidak ada mempermasalahkannya,” tandasnya. [sindo]

LIbya Ancam Lapor Ke FIFA

Pelatih Libya Gamal Adeen M Abu- Nowara mengancam akan membawa ke AFC atau FIFA atas insiden pemukulannya di final Piala Kemerdekaan lawan tim nasional (timnas) Indonesia, Jumat (29/8).

Namun, Indonesia mengaku memiliki cukup bukti untuk menyanggah pernyataan Pelatih The Green–julukan timnas Libya–tersebut. Merah Putih mengaku tidak terlalu mempersoalkan ancaman The Green tersebut. Sebab, mereka memiliki bukti cukup kuat atas terjadinya insiden tersebut.

Manajer Timnas Indonesia Andi Darrusalam Tabusala mengungkapkan, suasana tetap stabil bila Gamal tidak melontarkan pernyataan yang mengundang provokasi. The Green menilai, Charis Yulianto dkk berbuat curang dengan memanfaatkan faktor nonteknis. ”Gamal terus mendebat dan akan membawa masalah ini ke AFC atau FIFA. Bagi kami tidak masalah, silakan saja. Toh, kami juga tersinggung oleh sikapnya.

Gamal bilang kalau Indonesia menginginkan gelar juara harus dengan keringat, bukan menggunakan jasa wasit. Jelas saja kami tersinggung,siapa yang menggunakan jasa wasit,”ujarnya kemarin. Bukan hanya Gamal, ADS–sapaan akrab Andi Darrusalam– juga mengeluhkan sikap pemain The Green.Mereka dianggap terlalu banyak menebar trik dan melakukan provokasi di lapangan.

”Libya terlalu merendahkan timnas. Dua kali Gamal berbicara seperti itu.Sikap mereka selalu seperti itu saat unggul, mulai mengulur waktu sampai melakukan tindakan kasar kepada pemain. Ya, itu sikap khas tim-tim dari Arab. Namun, kami tetap memantau perkembangannya. Sejauh ini belum ada indikasi apa-apa,” lanjutnya.

Ketua BLI tersebut juga menguatkan klarifikasi tidak adanya insiden pemukulan yang diklaim Gamal. Sebab, sebelumnya Asisten Pelatih Kiper Sudarno menyangkal tidak melakukan pemukulan. Sudarno mengaku hanya mendorong wajah Gamal. ”Tidak ada kejadian pemukulan.

Memang benar adanya keributan sejak di atas sampai lorong.Gamal terlihat debat dengan Demis (Demis Djamoedin, administrator BTN). Gamal terus menunjuk-nunjuk Demis sampai di depan ruang ganti.Mereka yang bersalah,buktinya bersedia naik podium dan menerima medali,”ujarnya.

Sementara itu, Demis mengaku tidak membalas provokasi Gamal. Justru dia meminta Gamal segera masuk ke ruang ganti pemain.”Semua berhak untuk melaporkan kejadian itu ke AFC atau FIFA.Masing-masing memiliki versi cerita. Bahkan, instruktur pertandingan pun seharusnya melaporkan masalah ini ke FIFA.

Mereka harus tahu bahwa sikap Gamal kurang bagus, padahal saya hanya mengingatkannya waktu istirahat hanya 15 menit.Saya juga meminta sebaiknya dia segera masuk ke ruang ganti,bukannya terus berteriak,”tandasnya. [sindo]

Minggu, 31 Agustus 2008

BUkan Jaminan di AFF

Keberhasilan timnas Indonesia mempertahankan gelar juara Piala Kemerdekaan bukan garansi Charis Yulianto dkk akan sukses di Piala AFF, 5–28 Desember.

Selain kemenangan WO (walk out) Indonesia atas Libya, harus diakui belum ada penampilan mengesankan dari pasukan Benny Dollo. Penampilan mereka di Piala Kemerdekaan 2008 belum sepenuhnya stabil. Artinya, kadang menjanjikan, tapi lebih banyak mengecewakan. Lihat saja saat Charis dkk melawan timnas U-21.

Sama sekali tidak terlihat kualitas mereka sebagai tim yang bakal berkompetisi di turnamen dua tahunan AFF itu. Charis dkk seperti tampil tanpa skema dan terlalu bergantung kepada satu-dua pemain. Semua kelemahan itu makin terlihat saat timnas melawan Libya di partai final. Sepanjang 45 menit, penampilan Merah Putih jauh dari mengesankan.

Pada saat gagal memanfaatkan beberapa peluang, permainan mereka menjadi buntu. Apalagi, saat Firman Utina mendapat pengawalan ekstra, semuanya seperti tersumbat. Ini belum ditambah dengan keroposnya barisan belakang mengantisipasi serangan cepat pasukan Gamal Adeen Abu Nowara. Padahal, Libya diperkuat pemain yang usianya mayoritas belum genap berusia 23 tahun. ”Pekan depan kami melakukan evaluasi. Kami menilai stamina mereka memerlukan pembenahan. Permainan mereka menurun lantaran faktor stamina.

Pengertian mereka tentang taktik juga perlu diasah lagi. Kami akan memantau mereka di kompetisi. Kami akan berkoordinasi dengan pelatih fisik pada klubnya masing-masing. Tapi, kami harus siap di Piala AFF lantaran menjadi target utama,” papar Asisten Pelatih Timnas Widodo C Putro kemarin.

Mantan striker timnas ini menjelaskan, keputusan tidak melakukan rotasi pemain sepanjang turnamen untuk mengetahui daya tahan pemain dalam menghadapi ketatnya jadwal pertandingan. Langkah tersebut, menurut Widodo, sangat penting. Karena di AFF nanti jadwal yang dihadapi juga sangat padat.

”Hasilnya, pemain hanya stabil sampai pertandingan kedua. Pada semifinal dan final, kondisi mereka menurun drastis. Artinya, stamina mereka belum cukup. Tapi, taktik bermain mereka ada sedikit kemajuan .Kami harus bekerja keras sebelum bermain di Piala AFF,” lanjutnya. Namun, Widodo menyatakan Piala Kemerdekaan sudah memberi sedikit pembelajaran bagi Charis dkk. Sebab, mereka selalu bermain di atas pukul 21.00 WIB.

”Waktu bertanding juga menjadi penyebab lain menurunnya performa pemain. Kami baru pertama kali bermain malam .Pemain membutuhkan energi dua kali lipat lantaran harus beradaptasi dengan waktu. Recovery mereka juga terganggu. Saat kondisi lelah, pemain sulit beristirahat. Rata-rata mereka baru bisa tidur pada dini hari,” ujarnya. Dengan semua masalah tersebut, Badan Tim Nasional (BTN) tetap memasang target juara di Piala AFF.

”Kami tidak mempersoalkan secara teknis kesiapan mereka di Piala AFF. Tapi, kalau secara kelembagaan harus siap mewujudkan target juara. Kalau mereka menginginkan pembenahan, ya silakan. Kami harus menunggu laporan tim sebelum bersikap,” tandas Wakil BTN Hamka B Kadi.
[sindo]

Tunggu Laporan BTN

Piala Kemerdekaan IX sudah berakhir dengan Tim Nasional (Timnas) Indonesia sebagai juara. Tapi selama perjalanannya, Piala Kemerdekaan IX penuh dengan catatan negatif. Mulai kualitas peserta yang dipertanyakan hingga mundurnya Libya dalam partai final yang berlangsung Jumat lalu (29/8).

Kendati begitu, PSSI sebagai pemilik even tersebut ternyata masih belum mengevaluasi. Bahkan, otoritas sepak bola nasional itu belum bersikap terkait dengan insiden pemukulan yang dialami pelatih Libya Gamal Adeen Abu Nowara di babak final.

"Saat ini kami memang belum mengambil sikap. Kami masih menunggu laporan dari Badan Tim Nasional (BTN) serta perangkat pertandingan," ungkap Mafirion, anggota Komite Eksekutif PSSI sekaligus juru bicara PSSI, kemarin (30/8).

Dia menambahkan, kalau laporan itu sudah masuk ke PSSI, pihaknya akan segera mengambil sikap. Termasuk apakah bakal melaporkan kasus pemogokan Libya ke FIFA atau tidak. Sebab, Piala Kemerdekaan sudah masuk kalender FIFA.

Selain itu, PSSI bakal menentukan langkah apa terkait dengan tuduhan pelatih Libya bahwa pelatih kiper Indonesia Sudarno memukul dia. Karena mendapat pukulan itulah yang membuat Libya tidak mau melanjutkan pertandingan. "Kami ingin lebih berhati-hati dalam mengambil sikap. Karena itu, kami lebih dulu menunggu laporan dari Badan Tim Nasional," ujar Mafirion.

Yang jadi persoalan, kalau insiden di final Piala Kemerdekaan IX tak segera dituntaskan, dikhawatirkan, hak Indonesia sebagai tuan rumah Piala AFF 2008 dicabut. Sebab, bukan tidak mungkin federasi sepak bola ASEAN (AFF) merasa riskan dengan keamanan pertandingan di Indonesia.

Seperti diketahui, bersama Thailand, Indonesia ditunjuk menjadi tuan rumah Piala AFF 2008 yang digeber pada 5 hingga 28 Desember mendatang. "Kami belum berpikir sejauh itu. Kami yakin hak tuan rumah tersebut masih akan tetap menjadi milik kami. Sekali lagi saya tegaskan, PSSI pasti melakukan evaluasi. Tapi, tidak bisa langsung. Kami butuh laporan," ucapnya.

Terpisah, ketua BTN Rahim Soekasah belum bisa memberikan laporan. Sebab, dia tidak tahu persis insiden yang terjadi dalam pertandingan final Piala Kemerdekaan IX. Namun, Rahim berjanji akan segera mengumpulkan fakta-fakta terkait dengan insiden yang terjadi di lorong menuju ruang ganti di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, tersebut.

"Kami akan bekerja mengumpulkan data. Kami bakal menggali banyak informasi yang tidak sepihak. Dengan begitu, nanti kami bisa bersikap objektif, termasuk menyangkut tuduhan yang menimpa Sudarno," terang Rahim.

Menurut Rahim, kalau benar Sudarno memukul, dirinya akan berkoordinasi dengan komisi disiplin PSSI untuk menjatuhkan hukuman kepada Sudarno. "Tapi kalau dia tidak terbukti memukul, kami akan menempatkan Sudarno sebagai pelatih kiper Timnas Senior," paparya. [jawapos]

Dana Persija Tergantung Gubernur

DPRD DKI Jakarta membantah menjadi biang kerok dari persoalan dana yang menimpa Persija Jakarta. Mereka menegaskan, persoalan itu kini sepenuhnya berada di tangan gubernur atau Pemprov DKI Jakarta.

Wakil Ketua Komisi E DPRD Jakarta Mansur Syaerozi mengatakan, sebagai legislatif, mereka sudah menyetujui pengajuan anggaran dana sebesar Rp22 miliar untuk Persija sehingga proses selanjutnya adalah pada tahap implementasi yang berarti ada di eksekutif. Menurut Mansur, persetujuan dana untuk Persija sebenarnya sudah tidak ada masalah sehingga dana tersebut bisa segera keluar.

Apalagi, semua prosedur semua tahapan sudah dilalui, yakni pengurus Persija mengajukan anggaran ke DPRD, kemudian dibahas secara bersama-sama oleh legislatif dan eksekutif sehingga muncul angka Rp22 miliar untuk Persija dan Rp16 miliar buat Persitara Jakarta Utara. ”Kalau secara prosedur sudah beres, tentu tinggal masalah teknis pencairannya saja. Jadi, kalau sampai sekarang belum juga cair, saya tidak tahu lagi itu kenapa,” tandasnya.

Karena itu, Mansur menyarankan agar pengurus Persija mendesak gubernur jika ternyata pencairan dana tersebut tidak lancar. ”DPRD kan sudah menyetujui pengajuan anggaran dana Persija. Jadi, kami tidak lagi mengotak-atik soal persetujuan tersebut,” katanya. Mansyur pun mengaku prihatin karena nasib pemain Persija dan Persitara terbengkalai gara-gara gaji mereka tersendat. Loyalitas pengurus dan pemain Persija dan Persitara juga menjadi korban lantaran mereka tidak menerima hak-haknya.

”Idealnya, kami ingin Persija dan Persitara lebih mandiri dalam mencari dana. Tapi, untuk tahap awal, memang dana APBD ini jadi tumpuan mereka. Namun, selanjutnya mereka harus lebih mandiri dan profesional dengan cara mencari sponsor,” ujar Mansur. Mandegnya pencairan dana APBD ini tidak lepas dari Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 13 tahun 2006, yang melarang penggunaan dana APBD untuk klub sepak bola secara langsung.

Permendagri yang diterbitkan pada masa Mendagri M Ma`ruf tersebut kemudian ditindak lanjuti Mendagri Mardiyanto, dengan mengeluarkan Permendagri No 59 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Permendagri susulan inilah yang secara eksplisit mengatur tentang bantuan pemerintah berupa hibah dan bantuan sosial.

Sementara itu, Ketua Harian Persija Bambang Sutjipto mengaku, kejelasan finansial Macan Kemayoran saat ini berada di tangan Gubernur Fauzi ”Foke” Bowo serta Sekretaris Daerah Muhayat. ”Semuanya sekarang berpulang kepada mereka. Tapi, kami terus melakukan pendekatan melalui Pak Haryanto Bajuri (Manajer Persija). Dia yang tahu persis nasib APBD Persija, termasuk kontrak pemain.

Tugas harus dibagi, apalagi kami harus membiayai Persija U-21,” kata Bambang. Manajemen Macan Kemayoranpun berharap Foke serta Muhayat bersedia memfasilitasi penggalangan dana dari pengusaha di Jakarta. Caranya, mereka diajak promosi dengan memasang iklan di stadion. Bambang menilai, Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) bisa menampung sekitar 40 jenis papan promosi. Artinya, pendapatan Rp8 miliar semusim dari sponsor akan mengalir ke kas mereka.

”Persija kekurangan dana, itu ironi. Ya, para pebisnis harus dilibatkan kembali. Tapi, sekali lagi, itu pun menjadi kewenangan Pak Fauzi dan Pak Muhayat. Kami memang tidak meminta dana langsung, tapi berharap mereka memasang iklan. Selama semusim mereka hanya membayar Rp200 juta per iklan. Kami juga sedang berusaha mematenkan merchandise Persija serta melobi Polda agar suporter bisa masuk,” pungkasnya. [sindo]