Insiden kerusuhan di Makassar menambah panjang daftar kerusuhan. PSSI menetapkan kejadian luar biasa (KLB) di Liga Super 2008/2009 anarkistis.
Mencengangkan bila melihat maraknya kasus kerusuhan Liga Super 2008/2009. Komisi Disiplin (Komdis) PSSI mencatat sedikitnya ada tujuh insiden kerusuhan yang menyita perhatian. Padahal, kompetisi baru memasuki pekan kedelapan dengan sepuluh jumlah pertandingan terbanyak. Wakil Komdis PSSI Bernhard Limbong menyatakan kekerasan sepak bola Indonesia sudah kronis.
’’Kondisinya sudah luar biasa. Intensitas insiden yang muncul semakin sering. Suporter semakin susah diatur. Ini merupakan cermin dari ’miringnya’ negara. Tekanan ekonomi terbawa ke lapangan. Tidak ada sikap gentle dari mereka. Kalah-menang kan biasa. Suporter PSM segera dicekal, selain denda uang bagi klub. Pelanggaran mereka sangat berat dan tidak terpuji. Mereka melanggar kode disiplin sepak bola. Posisi mereka sama di muka hukum,” tandas Limbong kepada SINDO kemarin.
Karena itu, Komdis kemungkinan besar akan memberlakukan pencekalan atribut buat suporter PSM yang berlaku anarkistis saat klub berjuluk Juku Eja ini kalah 1-3 dari Persela Lamongan di Stadion Andi Mattalatta, Senin (15/9). Namun, Limbong menambahkan, vonis Komdis atas kerusuhan supporter PSM akan diputuskan bersamaan dengan kasus lain hari ini.
’’Kasus PSM akan diputuskan besok (hari ini). Minggu depan Komdis tidak mengagendakan rapat, kecuali bersifat mendadak. Kasus PSM akan dibahas bersama insiden Arema serta protes keras Persib Bandung. Khusus Arema, tampaknya mereka harus memindah stadion saat home,” lanjutnya.
Persoalannya, Komdis mengaku bingung karena sanksi pelarangan atribut dan pertandingan tanpa penonton tidak sepenuhnya efektif. Bahkan, keputusan Komdis menambah sanksi hanya menimbulkan efek jera yang sifatnya sementara.
’’Oknum suporter salah kaprah. Sanksi ditambah, itu pasti. Namun, apakah efektif? Harus dilihat dahulu filsafat sosiologi atau hukumnya. Toh, pelaku kejahatan narkoba tetap marak, meski hukuman mati berlaku. Kami belum bisa menetapkan formula ideal. Kerusuhan itu tidak berdiri sendiri, tapi terkait sosial ekonomi masyarakat,” ungkapnya. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSSI Nugraha Besoes menyatakan sikap dewasa dan legawa harus dimiliki suporter dalam menyikapi setiap hasil pertandingan.
’’Kompetisi belum separuh digulirkan, tapi insiden kerusuhan sangat tinggi, lebih tinggi dari musim lalu. Situasi ini mengkhawatirkan. Kami jadi bertanya, sepak bola sekarang mau apa?” ujar Nugraha, mengeluh. Nugraha mengingatkan suporter harus introspeksi diri dan tidak menggunakan situasi tertentu sebagai kambing hitam. Namun, sanksi lebih berat cukup ideal sebagai solusi sementara.
’’Kondisinya mengerikan, apalagi bila dihubungkan dengan gejala sosial masyarakat secara umum. Namun, suporter seharusnya bisa menghapus kebencian dari dirinya sendiri. Jangan menyalahkan keadaan, terlebih perangkat pertandingan juga terus diperbaiki. Penegakan hukum sepak bola lebih tegas dan disiplin diperlukan. Penambahan hukuman bisa dilakukan,” pungkasnya. [sindo]
Rabu, 17 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar